HomeSeputar JatengDugaan Penyerobotan Tanah Di Pandanarum Pekalongan, Dinilai Sebagai Tindak Pidana Melawan Hukum

Dugaan Penyerobotan Tanah Di Pandanarum Pekalongan, Dinilai Sebagai Tindak Pidana Melawan Hukum

Dugaan Penyerobotan Tanah Di Pandanarum Pekalongan, Dinilai Sebagai Tindak Pidana Melawan Hukum

Gambar Ilustrasi

JayantaraNews.com, Pekalongan

Penyerobotan tanah bukanlah suatu hal yang baru dan terjadi di Indonesia. Kata penyerobotan itu sendiri dapat diartikan dengan perbuatan mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan, seperti menempati tanah atau rumah orang lain, yang bukan merupakan haknya.

Tindakan penyerobotan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana.

Seperti kita ketahui, tanah merupakan salah satu aset yang sangat berharga, mengingat harga tanah yang sangat stabil dan terus naik seiring dengan perkembangan zaman. Penyerobotan tanah yang tidak sah dapat merugikan siapapun, terlebih lagi apabila tanah tersebut dipergunakan untuk kepentingan usaha.

Terdapat bermacam-macam permasalahan penyerobotan tanah secara tidak sah yang sering terjadi, seperti pendudukan tanah secara fisik, penggarapan tanah, penjualan suatu hak atas tanah, dan lain-lain.

Tidak beda dengan yang terjadi selama ini, dimana dugaan penyerobotan tanah yang terjadi di wilayah Desa Pandanarum, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan yang dilakukan oleh Triono, dimana akan dilaporkan ke pihak berwajib.

Mengacu kepada Pasal 6 UU No 51 PRP 1960, peristiwa dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Triono dengan mendirikan bangunan berupa Ruko, namun ternyata areal tersebut adalah merupakan milik dari ahli waris, yakni Haji Nasikin.

Dugaan tindak pidana dengan mengambil paksa melakukan pengurugan pada saat tanah tersebut sedang ditanam padi oleh Haji Nasikin, tentunya menjadikan geram bagi siapapun yang menyikapinya, dimana dalam hal ini pastinya sangat merugikan keluarga ahli waris Haji Nasikin,” itu kan warisan dari almarhum orang tua saya,” ujarnya.

Triono bahkan membangun beberapa Ruko yang diduga tanpa izin (IMB), bahkan dia disinyalir tidak mempunyai surat dan legalitas kepemilikan tanah yang sah, seperti: Letter C atau sertifikat hak milik, (mengacu dari hasil rembuk desa).

Menurut penuturan ahli waris (Haji Nasikin) kepada awak media menjelaskan,” 30 tahun yang silam, almarhum bapak saya membuka lahan kosong penuh semak belukar, pohon besar, yang saat itu ditanami padi,” tuturnya.

Berikut ini kronologis dan pernyataan dari keluarga korban:

Pada hari ini Rabu, 4 Desember 2019, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama     .    : Bony Prasetiawan 
TTL.             : 11/09/1977
Alamat         : Babakan RT/RW :02/02 Kramat, Tegal
Pekerjaan    : Wiraswasta
NIK.              : 3328151109770012
Dengan ini membuat kronologis singkat tentang ‘sebidang tanah’ yang terletak di Desa Pandanarum, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan yang sekarang sudah dibangun Ruko-Ruko.

Dahulu sekali sebelum Indonesia merdeka, di Desa Pandanarum, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, ada sebidang tanah kosong yang luasnya sekitar 1900 M2, dan waktu itu masih banyak tumbuhan semak belukar yang sangat lebat. Lantas, tanah tersebut dibersihkan dan dikelola oleh Bapak Akhmad Numi (orangtua kandung dari Bapak Sulkhan).

Setelah Bapak Akhmad Numi meninggal dunia, tanah sawah tersebut diteruskan dan dikelola oleh Bapak Sulkhan (orangtua kandung Bapak Nasikhin), dan sudah dikelola lebih dari 30 tahun.

Waktu itu saya masih ingat dengan jelas, kalau saya dan adik-adik saya disuruh oleh Bapak Sulkhan untuk mengantarkan makan siang dan minuman untuk para pekerja di sawah yang menanam padi selama berpuluh-puluh tahun, dan seluruh keluarga saya sudah yakin bahwa tanah sawah tersebut sudah menjadi milik bapak kami, karena bapak saya sering bilang, bahwa tanah sawah tersebut sudah menjadi miliknya.

Namun pada sekitar tahun 2010, kami sekeluarga sangat terkejut, karena sawah yang ditanami oleh bapak saya belum sampai panen, akan tetapi diurug secara paksa dan dikuasai oleh Kades Pandanarum (Bapak
Zubaedi Ridwan) tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu dengan bapak kami, tentu saja kami sekeluarga sangat kecewa karena dirugikan, dan akhirnya kami meminta bantuan kepada Bapak Rahwedi (Edi) yang beralamat di Binagriya Pekalongan, yang menurutnya dia sanggup menyelesaikan permasalahan tersebut melalui mediasi di Balai Desa Pandanarum. Tapi ternyata gagal, karena alasan dari desa, bahwa kami tidak punya bukti kepemilikan tanah sawah tersebut, dan menurut alasan dari Desa Pandanarum bahwa hal ini sudah menjadi Keputusan Rembug Desa.

Kami sama sekali tidak bisa menerima keputusan tersebut, hingga sampai sekarang, seluruh ahli waris Bapak Sulkhan tidak terima dan akan meminta penegakan hukum yang seadil-adilnyanya.

Demikian, kronologis singkat ini dibuat, apabila dalam pembuatan kronologis ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, atau bersifat merekayasa, saya siap dituntut di depan pengadilan. 

Menyikapi atas persoalan tersebut di atas, bahwa dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (UU No 51 PRP 1960) menyatakan, bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, dan dapat diancam dengan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000 (lima ribu Rupiah) 
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No 51 PRP 1960.

Adapun, tindakan yang dapat dipidana sesuai dengan Pasal 6 UU No 51 PRP 1960, adalah;
1). Barang siapa yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah,
2). Barang siapa yang menggangu pihak yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan suatu bidang tanah,
3). Barang siapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan maupun tulisan untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah, dan
4). Barang siapa memberi bantuan dengan cara apapun untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu pihak yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah.

Pasal-pasal lain yang juga sering dipergunakan dalam tindak pidana penyerobotan tanah adalah Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling lama empat tahun, dimana barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya.

Setelah melihat dan membaca kronologis yang ditulis oleh keluarga korban, bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum Kades Pandanarum yang berinisial ZR ini, sangat perlu untuk diluruskan dan dibawa ke ranah hukum, karena tindakan tersebut sudah jelas sangat merugikan orang lain. Apalagi terduga sebagai aparatur pemerintahan desa yang seharusnya melindungi dan mengayomi warga masyarakatnya.

Dari kejadian tersebut, sangat menunjukan tindakan kesewenang-wenangan sebagai kades. Penegakan supremasi hukum perlu ditegaskan dan dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan keabsahaan kepemilikan tanah tersebut, apalagi mendirikan bangunan/Ruko di atas tanah yang belum jelas haknya dan tidak mengantongi izin (IMB). Ini jelas sangat memalukan dan secara tidak langsung sudah memberikan contoh yang tidak baik buat warga masyarakatnya. (Tim)

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News