HomeLintas BeritaSidang Putusan Hakim PTUN Bandung Diragukan, Mantan Sekda Pemkot Depok Naik Banding...

Sidang Putusan Hakim PTUN Bandung Diragukan, Mantan Sekda Pemkot Depok Naik Banding ke Pengadilan Tinggi

Sidang Putusan Hakim PTUN Bandung Diragukan, Mantan Sekda Pemkot Depok Naik Banding ke Pengadilan Tinggi

JAYANTARANEWS.COM, Bandung

Dalam Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung yang menyatakan keputusan gugatan yang diputuskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, pada Kamis (2/9/2021), dianggap tidak sesuai dengan fakta serta logika hukum. Pasalnya, dalam perjalanan di masa sidang banyak bukti maupun keterangan dari ahli yang tidak diperhitungan mengenai dasar landasan suatu persidangan yang mengedepankan keadilan yang seadil-adilnya.

Menurut keterangan Hardiono sebagai penggugat mengutarakan, “Saya resmi mengajukan banding terhadap hasil keputusan hakim yang terkesan tidak melihat ataupun mendengar bukti-bukti yang telah diajukan, maupun pakar yang telah diajukan untuk dimintakan keterangan mengenai masalah tersebut dengan nomor 51/G/2021/PTUN – BDG, Selasa, 14/9/21.”

Sementara, dalam keterangan sebagai penguggat menjabarkan perihal dirinya, “Saya memasuki batas usia pensiun bulan Januari, terhitung mulai tanggal 1 Februari 2021. Berarti hak dan kewajiban sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) di Pemkot Depok masih tetap berlaku. Artinya, sampai tanggal 31 Januari 2021 jabatan Sekretaris Daerah masih memiliki kewenangan, karena statusnya adalah sebagai Pejabat Yang Berwenang (PYB) dalam Undang-undang ASN nomor 5 Tahun 2014. Otomatis semua prosedur surat menyurat harus melalui Sekretaris Daerah, ini diperkuat dengan Peraturan Wali Kota nomor 89 Tahun 2021 tentang Tata Naskah Organisasi Sekretariat Daerah,” imbuh Hardiono

Faktanya, disposisi wali kota dalam penerbitan SK Wali Kota tanggal 29 Januari 2021, melompati, atau by pass tidak sesuai dengan hirarki organisasi dan tidak ada paraf Sekretaris Daerah yang masih dijabat oleh pembanding.

Dari hasil telaahan Kepala Bidang Ekonomi, seharusnya menyerahkan hasil kajiannya melalui Sekretaris Daerah.

Dalam hal ini Majelis Hakim tidak secara detail mendalami tentang proses organisasi di Sekretariat Daerah, sebut dia.

Saat Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung mengambil keputusan, beranggapan, bahwa dalil aturan hukum yang dipergunakan oleh Wali Kota Depok tidak bertentangan.

Dalam keputusan tersebut, sambung Hardiono, tidaklah sependapat, bahwa Wali Kota Depok dalam hal mengambil keputusan dikeluarkan SK tersebut tidak menggunakan hirarki hukum dengan mentaati aturan yang di atasnya.

Apalagi aturan pelaksana yang tidak relevan, seharusnya menyesuaikan dengan aturan yang di atasnya serta yang terbaru, seperti menggunakan Pasal 21 Jo Pasal 26 ayat (1) Peraturan Wali Kota Depok nomor 30 Tahun 2015, yang berbunyi; Pasal 21 ayat (2) huruf g, Anggota Dewan Pengawas  dapat diberhentikan dengan alasan; “Mutasi/alih tugas atau pensiun, untuk anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pejabat Pemerintah, terang Hardiono.

Dijelaskannya, pada Pasal 26 ayat (1), Anggota Dewan Pengawas yang mewakili unsur Pejabat Pemerintah Daerah, apabila kedudukannya sebagai Pejabat Daerah yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah telah berakhir karena mutasi/alih tugas atau pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf g, diberhentikan dengan hormat.

Bahwa Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung membaca dengan menggunakan dalil yang dipergunakan oleh Kuasa Hukum Pemkot Depok, yaitu memberhentikan Hardiono antara lain berdasarkan Keputusan Wali Kota Depok nomor : 00284/23276/AZ/II/20/ tanggal 23 November 2020 tentang Kenaikan Pangkat Pengabdian, Pemberhentian dan Pemberian Pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mencapai batas usia pensiun, Hardiono, terhitung mulai tanggal 1 Februari 2021 telah pensiun, ujarnya.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf g Jo Pasal 26 ayat (1) Peraturan Wali Kota Depok nomor 30 Tahun 2015, saudara Hardiono diberhentikan dengan hormat sebagai Ketua Dewan Pengawas yang berasal dari Unsur Pejabat Pemerintah Daerah, karena yang bersangkutan telah pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang notabene sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pejabat Pemerintah.

Bahwa alasan Pemberhentian Hardiono oleh Wali Kota Depok, dalilnya yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim PTUN Bandung sudah benar, yang menurut dasar dikeluarkannya SK tersebut sudah sesuai dan disusun dengan berpedoman ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 140 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Jo Pasal 28, Pasal 30 ayat (2) huruf f dan Pasal 31 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2018 Jo Pasal 26 ayat (1) Peraturan Wali Kota Depok nomor 30 Tahun 2015.

Dalam Penjelasan Ahli Dr. Hotma P. Sibue, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Bekasi, menerangkan, “Di sini ada dua unsur penunjukan yang berbeda, ironisnya antara Surat Keputusan Pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil merupakan Surat Keputusan organik PNS dengan Jabatan Sekretaris Daerah dengan Surat Keputusan Batas Usia Pensiun Tanggal 1 Februari 2021.

Satu lagi Jabatan non-organik sebagai Ketua Dewan Pengawas akan berakhir sesuai dengan periode yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan pengangkatan tahun 2019 yang akan berakhir pada tahun 2022, jelasnya.

Dalam hal ini, Hardiono berencana akan melakukan banding, dikarenakan keputusan atas dasar kewenangan sebagai Kepala Daerah, yaitu Surat Keputusan sebagai PNS pensiun, kemudian tidak serta merta jabatan Pembanding sebagai Ketua Dewan Pengawas juga berhenti, padahal masa tugas sebagai Dewan Pengawas belum berakhir sampai tahun 2022, dikarenakan harus memenuhi persyaratan Peraturan dan Perundangan yang ada, yaitu Pasal 59 Ayat(1) Periodesasi Jabatan Dewan Pengawas, Komisaris, dan Direksi yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa periodesasi masa jabatan dimaksud, Permendagri 37 Tahun 2018.

Ditambahkan Dr. Hotma P. Sibue, “Peraturan dan Perundangan yang baru “wajib” diikuti oleh level aturan pelaksana yang ada di bawahnya, serta tidak bertentangan dengan level aturan yang di atasnya.

Terlebih ada dua aturan baru, yaitu telah terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, diundangkan pada tanggal 28 Desember 2017, serta Permendagri nomor 37 Tahun 2018, diundangkan pada tanggal 28 Mei 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Pengawas dan Direksi BUMD.

Hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan perubahannya.

Dengan demikian, aturan wali kota yang tidak mengikuti aturan di atasnya dengan sendirinya tidak berlaku lagi dan segera membuat aturan wali kota yang baru, menyesuaikan peraturan yang di atasnya, sehingga tidak dapat membiarkan aturan Pelaksana (Perwa nomor 30 Tahun 2015), yaitu memasukan unsur pensiun, adanya Pasal 52 UU RI nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan.

Syarat sah nya sebuah keputusan ada tiga hal, yakni: Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, dibuat sesuai prosedur dan sesuai dengan AUPB, atau azas azas umum pemerintahan yang baik, tegasnya. (Tim)

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News