HomeNewsEddy Kusuma: Jangan Khawatir, Revisi UU KPK Tak Ada Pelemahan, Justru Memperkuat

Eddy Kusuma: Jangan Khawatir, Revisi UU KPK Tak Ada Pelemahan, Justru Memperkuat

Eddy Kusuma: Jangan Khawatir, Revisi UU KPK Tak Ada Pelemahan, Justru Memperkuat

JayantaraNews.com, Jakarta

Berkaitan dengan Pengangkatan Penyidik Independen yang berasal dari Penyelidik (bukan dari Anggota Polisi/Jaksa) yang infonya tidak prosedur yang tidak sesuai dengan Peraturan Pimpinan KPK yang ada, itu dinilai tidak sesuai dengan norma hukum yang ada di Republik Indonesia.

Kita tentunya belum tahu persis tentang peraturan Pimpinan KPK tersebut, namun kita bisa tahu bahwa dalam Undang Undang KPK Pasal 39 ayat 3 menyebutkan, bahwa Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum yang menjadi pegawai pada KPK diberhentikan sementara dari Instansi Kepolisian di Kejaksaan selama menjadi pegawai pada KPK.

Dari Norma tesebut di atas, tentunya kita bisa memahaminya dengan jelas, bahwa subyek atau orang yang bisa menjadi Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum tesebut adalah hanya dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan saja, dan tidak ada orang lain, dalam arti, Penyelidik berasal dari Polisi, Penyidik berasal dari Polisi dan Jaksa, Penuntut Umum berasal dari Jaksa.

Dalam Pasal 39 ayat 3 tesebut jelas, bahwa tidak ada atau tidak disebutkan bahwa ada orang lain di luar Polisi dan Jaksa.

Jika kita mengacu pada KUHAP, Penyelidik tersebut jelas hanya berasal dari Polisi saja dan tidak ada orang lain.

Kalau Penyidik, bisa berasal dari Polisi dan PPNS atau saat ini disebut dengan (Aparatur Sipil Negara) sesuai UU.

Dalam Pasal 43 ayat 1 UU KPK disebutkan, bahwa: Penyelidik adalah Penyelidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

Pertanyaannya dari berbagai pengamat : Apakah Pasal 43 ayat 1 tersebut berdiri sendiri atau tetap berkaitan dengan Pasal 39 ayat 3.

Jika berdiri sendiri, logikanya Penyelidik bisa berasal dari pegawai KPK di luar Polisi. Akan tetapi, jika pasal tesebut berkaitan, maka logikanya tidak bisa, sehingga Penyelidik KPK harus berasal dari aparat Kepolisian.

Demikian juga dalam Pasal 45 ayat 1 UU KPK menyebutkan, bahwa Penyidik adalah Penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

Pertanyaan yang sama, apakah Pasal 45 ayat 1 tesebut berdiri sendiri atau tetap berkaitan dangan Pasal 39 ayat 3.

Jika berdiri sendiri, logikanya bisa bahwa Penyidik berasal dari pegawai KPK di luar Polisi dan Jaksa.

Tapi jika berkaitan, maka logikanya tidak bisa, sehingga Penyidik KPK tesebut harus berasal dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan.

Pertanyaan yang ke tiga, apakah pegawai KPK tesebut merupakan PNS atau bukan?. Jika bisa dimasukkan sebagai PPNS,
hanya permasalahannya, bahwa UU KPK tersebut bersifat Lex Specialis dan tidak juga mengatur secara tegas dan jelas yang berkaitan dengan Penyelidik dan Penyidik yang bukan berasal dari Polisi atau Jaksa.

Dalam penjelasan Pasal 39, Pasal 43 dan Pasal 45 UU KPK tertulis cukup jelas.

Untuk menguji Peraturan Pimpinan KPK di Skep Pimpinan KPK tentang Kebenaran Substansi dan juga prosedural yang telah mengangkat Penyidik Independen KPK yang berasal dari Penyelidik yang bukan anggota Polisi atau Jaksa, maka seharusnya Divkum Polisi berani melakukan Yudisial Review ke MA berkaitan dengan Norma yang ada dalam UU KPK tersebut dengan Peraturan maupun Skep Pimpinan KPK tentang Pengangkatan Penyidik Independen KPK di luar Polisi.

Jika tidak diuji, maka Polisi sepertinya termasuk membenarkan perbuatan Pimpinan KPK yang tidak sesuai norma tersebut.

Sementara, padahal itu bisa berdampak merugikan pihak Kepolisian sebagai Penyidik atau terjadi Friksi antara Penyidik Polisi yang ada di KPK dengan Penyidik Independen KPK tersebut jalan terus tanpa adanya suatu kepastian hukum.

Dalam Rapat Paripurna DPR RI membahas tentang MD3 dan Revisi Undang Undang KPK Kamis, (5/9/2019). Seluruh fraksi di DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI, menyetujui usulan inisiatif untuk merevisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto itu, seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna menyampaikan persetujuannya terhadap usulan revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai usulan inisiatif DPR RI. Tidak ada penolakan dari seorang pun anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna itu.

Berikut wawancara Tim Media sebagaimana dilansir dari suarajabarnews.com, dengan Irjen Pol (Pur) Drs Eddy Kusuma Wijaya Komisi 2 Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, BPN, Menpan RB, KPU, Bawaslu, di ruang kerjanya Lantai VI – 21, Kamis (5/8/2019).

Eddy menuturkan, sebenarnya KPK itu tidak bisa menolak terhadap Rancangan Undang Undang (RUU) KPK yang digarap oleh DPR, karena RUU bukan wewenang atau produk KPK.

” Sebab KPK itu adalah pelaksana undang-undang, sedangkan undang-undang DPR dengan pemerintah ini, tentunya pemerintah yang sudah saya sampaikan, apalagi Presiden Jokowi selalu menekankan untuk serius dalam penanganan pemberantasan korupsi sampai tuntas.”

Soal revisi Undang Undang KPK yang tengah dan akan diproses DPR RI, pihak KPK jangan khawatir, kita semua ingin masalah korupsi di Indonesia kalau bisa zero, sehingga pemikiran kita semua sama.

Jadi, mengenai pernyataan Saut Situmorang yang menolak revisi UU KPK, dia jangan ikut campur urusan DPR dengan pemerintah, sebab dia itu adalah pelaksana undang-undang, walaupun ada pemasukan-pemasukan dan itupun dipersilahkan memberikankan masukannya.

Selama ini juga tidak apa-apa yang disampaikan oleh KPK, dan itupun dicatat di DPR RI di Komisi III. Jadi, soal pembahasan yang akan diproses oleh Komisi III DPR RI jangan khawatir, papar Eddy.

” Harapan saya terhadap KPK nanti, siapa saja yang terpilih menjadi komisioner calon Pemimpin KPK, dari awal sudah disampaikan harus betul-betul jadilah penegakan hukum yang handal, dan KPK jangan berpolitik,” pintanya.

Mengenai kasus yang sedang atau masih ditangani KPK, lebih lanjut Eddy katakan, penanganan kasus korupsi jangan tebang pilih, dan jangan segan jangan takut terhadap penekan dari pihak luar. Untuk Komisioner KPK, bekerjalah sesuai hukum yang berlaku,” lanjut Eddy.

Kita juga masih punya harapan terhadap KPK dalam menangani pemberantasan korupsi di Indonesia.

” Kita masih perlukan, kalau kita lihat para pelaku-pelaku tindak pidana korupsi, justru tidak ada jera-jeranya, malahan sekarang ini semakin berkembang bahkan tambah banyak saja,” heran Eddy.

” KPK itu asal mau menangkap, jadi bila tertangkap si pelaku koruptor harus benar jera.”

Tentang revisi UU KPK, tidak ada wacana untuk membubarkan KPK, tapi DPR RI justru akan memperkuat posisi KPK.

Kemudian juga, KPK ini harus masuk ke tataran hukum, tata negara yang selama ini terkesan independen, karena KPK diberikan tugas yang sangat begitu besar, tetapi tidak masuk hukum tata negara, sehingga KPK harus bertanggung jawab ke siapa-siapa yang menegurnya.

Bila dia (red -KPK) bersalah, hendaknya bertanggung jawab atas masalah yang ditanganinya, contoh soal keuangan dan lain-lain.

Selain keuangan, juga KPK harus menyiapkan sumber daya manusia yang mempuni, sebab kinerjanya ini perlu di atur di antara lainnya, terkait penyadapan atau penyekapan, kata Eddy.

KPK itu harus menjelaskan mulai dari mana proses hukum yang dilakukannya, apakah semua orang harus disadap atau disekap, dan apakah dimulai dari orang ini yang sudah ditentukan menjadi tersangka, ini tidak boleh, karena hak sebagai warga negara harus dilindungi, tuturnya.

Mengenai UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, kendati tidak bisa dipengaruhi siapapun.

Pencegahan serta memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan yang dilakukan KPK, setidaknya jangan ada tebang pilih.

Meski demikian, Lembaga pemerintah non departemen ini, kini mendapat sorotan dari berbagai sudut pandang serta penafsiran berbeda, namun DPR RI sebagai lembaga yang membuat legislasi peraturan dan UU pun memiliki kewenangan untuk melakukan pembenahan terhadap peraturan dan perundang-undangan demi tercapai cita-cita kita, yakni keadilan sosial bagi suruh rakyat Indonesia yang berkeTuhanan Yang Maha Esa.

Soal OTT yang selama ini dilakukan KPK, pengggiat anti korupsi, Madun Haryadi selaku Ketua Umum GPHN angkat bicara.

Menurut Madun, sejauh ini apa yang dilakukan KPK itu masih lemah dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi, imbuhnya.

Sehingga terkesan ada pencitraan KPK dalam penanganan korupsi yang terkesan semakin menggurita itu.

Indikasi atau kecurigaan pencitraan dan mengguritanya korupsi, saya menilai ada faktor kepentingan dalam mencari keuntungan.

Salah satu di antaranya seperti  ada suatu daerah yang pernah kita pantau dalam proses OTT KPK, ada saksi-saksi yang telah di BAP.

Saksi-saksi yang di BAP itu, katanya dibawa untuk dimintai keterangan penyidikan, kemudian ada bukti emas batangan yang dibawa saksi, padahal itu tidak ada kaitannya dengan korupsi, dan sampai saat ini belum dikembalikan juga oleh pihak KPK.

” Sehingga, permasalahan tersebut menjadi polemik di tengah masyarakat atas persoalan di daerah yang pernah dilakukan  OTT KPK,” pungkas Madun.

Ia menilai, dalam hal tersebut, KPK lebih banyak fokus pada pencegahan bukan pada OTT.

Karena dengan ada KPK-nya, justru korupsi semakin menggurita, sehingga pencegahaan KPK ini tidak maksimal.

Salah satu contoh OTT, ada kepala daerah melakukan korupsi tentu tidaklah sendirian, tetapi dalam praktek korupsi itu dibantu oleh satger, juga ada kepala bidang yang melakukan permufakatan jahat kepala daerah. ” Di sinilah menurut saya, KPK ini dalam penanganan pemberantasan korupsi tidak pernah tuntas, bahkan terkesan ada tebang pilih atau pilih kasih,” ketus Madun.

Suhaidi K, Samallo Dewan Pakar ICMI, mengapresiaisi kinerja KPK dalam penanggulangan pemberantasan korupsi.

Dirinya berharap, kinerja KPK kedepannya akan lebih baik dan dapat menjawab segala tantangan terhadap pemberantasan korupsi.

Harapannya terhadap calon Pimpinan KPK yang akan di fit and propertest, agar lebih mengedepankan kualitas kinerjanya yang dapat dipertanggungjawabkan, terutama SDM para komisioner KPK dan jajaran pembantunya agar bekerja lebih profesional, ucap Suhaidi menutup komentarnya. (Yun/Benny Gerungan )

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News