HomeLintas BeritaStatement PT TGP Soal PHK Sepihak 22 Karyawan Layaknya Sebuah Tantangan, Lukman:...

Statement PT TGP Soal PHK Sepihak 22 Karyawan Layaknya Sebuah Tantangan, Lukman: Mereka Jual Kita Beli!

Statement PT TGP Soal PHK Sepihak 22 Karyawan Layaknya Sebuah Tantangan, Lukman: Mereka Jual Kita Beli!

JayantaraNews.com, Bandung

Menyikapi persoalan menyangkut 22 orang karyawan Hotel Kartika dan Corsica (PT Tiara Griya Priangan) yang di PHK secara sepihak dengan alasan Covid dan dirumahkan sementara, nyatanya masih belum adanya titik temu.

Pemutusan kerja yang dilakukan oleh PT Tiara Griya Priangan yang awalnya menyatakan pailit dan ujung-ujungnya merumahkan 22 karyawan yang telah masuk organisasi SPSI, namun berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.

Baca berita terkait:
22 Karyawan Hotel Kartika & Corsica Kota Bandung Keluhkan Pemutusan Kerja Sepihak di Luar Kewajaran – https://www.jayantaranews.com/2020/12/67191/

Lebih aneh lagi, manakala terjadinya pemutusan kerja, namun pihak perusahaan malah merekrut kembali karyawan baru. Padahal sampai saat ini pun hak-hak karyawan masih belum terpenuhi. “Alasannya pailit, pihak perusahaan hanya ingin memberikan pesangon alakadarnya, dan tidak mau membayar pesangon sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Wahyudi Lukman Chandra, mewakili rekan-rekan senasibnya.

Sementara itu, Rika, selaku penyambung lidah dari kuasa hukum PT Tiara Griya Priangan, Yaser Bahalwan, saat dihubungi Sabtu (9/1/2021)  mengungkapkan,” Saya di sini hanya sebagai penyambung ucapan dari Pak Yaser selaku kuasa hukum PT Tiara Griya Priangan. Beliau meminta saya untuk menyampaikan beberapa point kepada 22 karyawan yang di PHK,” jelasnya.

“Dalam pembicaraannya via telepon, Pak Yaser menyuruh saya menyampaikan, bahwa  perusahaan tidak akan membayar sesuai tuntutan: “Kalau mau ke pengadilan, silahkan saja. Karena saya sudah ada kesepakatan”. Seperti itu penyampaian Pak Yaser kepada saya,” ucap Rika.

Satatement Yaser Bahalwan melalui Rika, disikapi para 22 karyawan itu layaknya sebuah tantangan yang menyakitkan.

“Ya kalau mereka jual, ya kita beli. Saya akan persiapkan pelaporan, karena saya dan kawan-kawan adalah menuntut hak, yang telah diabaikan oleh perusahaan perhotelan. Apalagi Pak Yaser mengatakan sudah sepakat. Sepakat apanya ? saya dan kawan-kawan belum pernah menandatangani surat kesepakatan hitam di atas putih, kok seorang pengacara bisa berbicara seperti itu,” jelas Lukman.

Sebagaimana sudah diberitakan sebelumnya, bahwa pemutusan sepihak dari 22 orang karyawan tersebut, karena diduga adanya wadah SPSI di perusahaan tersebut. “Jadi bukan karena collapse ataupun pailit perusahaan tersebut Pak. Namun karena adanya Serikat (SPSI). Kemungkinan dengan adanya serikat (SPSI) seakan dijadikan momok yang sangat mengkhawatirkan bagi perusahaan,” kata Lukman lagi.

Guna mengorek informasi agar lebih akurat dan tidak sepihak, JayantaraNews.com berupaya menghubungi pihak-pihak terkait.

Sangat disayangkan, saat dihubungi JayantaraNews.com melalui pesan whatsappnya, dipertanyakan terkait penyikapan pada persoalan di atas, baik Agustinus S.S, selaku owner (Dirut) PT Tiara Griya Priangan (PT TGP), maupun Yaser Bahalwan, selaku Kuasa Hukum dari PT TGP, tidak memberikan jawaban, alias No Comment, Selasa (15/12/2020).

Demikian pun Saeful, dari UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV Kota Bandung, masih dipertanyakan hal yang sama terkait keluhan para karyawan, juga sama tidak memberikan jawaban, alias Bungkam.

Menyikapi persoalan tersebut, dan merujuk pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang ‘Dirumahkan Bukan Ke arah Pemutusan Hubungan Kerja’ yang ditujukan kepada Kakanwil Disnaker, yang isinya antara lain:

– “Sehubungan banyaknya pertanyaan dari pengusaha maupun pekerja mengenai peraturan merumahkan pekerja disebabkan kondisi ekonomi akhir-akhir ini, yang mengakibatkan banyak perusahaan mengalami kesulitan, sehingga sebagai upaya untuk penyelamatan perusahaan maka perusahaan menempuh tindakan merumahkan pekerja untuk sementara waktu.

Mengingat belum ada perundang-undangan yang mengatur mengenai upah pekerja selama dirumahkan, maka dalam hal adanya rencana pengusaha untuk merumahkan pekerja, upah selama dirumahkan dilaksanakan sebagai berikut:

1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.

2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh, agar dirundingkan dengan pihak Serikat Pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.

3. Apabila perundingan melalui jasa pegawai perantara ternyata tidak tercapai kesepakatan, agar segera dikeluarkan surat anjuran dan apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berselisih, maka masalahnya agar segera dilimpahkan ke P4 Daerah, atau ke P4 Pusat untuk PHK Massal”.

Artinya, pengusaha sebenarnya dapat membayarkan upah karyawan yang dirumahkan hanya 50% (lima puluh persen), namun hal tersebut harus dirundingkan terlebih dahulu dengan Serikat Pekerja maupun pekerjanya serta disepakati bersama.

Sementara, berpedoman pada Pasal 93 Ayat (2) hurup f UU No. 13 Tahun 2003, yang intinya; pengusaha wajib tetap membayar upah pekerja/buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

“Dalam hal ini, kami akan meminta ketegasan dari pemerintah untuk mendesak agar pengusaha tetap membayar upah buruh meski dalam status pandemi Corona, dalam kondisi dirumahkan. Jadi, kami tidak ingin kalau pihak perusahaan dalam hal ini melakukan PHK terhadap pekerja secara sewenang-wenang dalam situasi apapun, apalagi dikaitkan dengan pandemi Covid-19,” kata Wahyudi Lukman Chandra.

Di kesempatan berbeda, Agus Haerudin, anggota FSP RTMM-SPSI), dikonfirmasi terkait persoalan di atas dan langkah apa yang sudah ditempuh, Ia mengatakan, “Kalau untuk langkah yang sudah kami ambil, tentunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Apabila terjadi perselisihan di tingkat perusahaan, harus terlebih dahulu melakukan upaya Bipartit dengan perusahaan. Pada saat Bipartit dengan perusahaan melalui kuasa hukumnya, kuasa hukum perusahaan menyampaikan kondisi perusahaan, dan mengerti akan hak dari karyawan yang di PHK, dan akan mengupayakan haknya untuk karyawan yang di PHK,” kata Agus melalui pesan whatsappnya, Jumat (8/1/2021).

Masih kata Agus, bahwa dalam perjalanannya, pihak perusahaan menawarkan sejumlah kompensasi untuk yang di PHK tersebut, dan kami sampaikan kepada ke 22 karyawan tersebut, dan mereka menerima, dan hingga sekarang masih menunggu proses pembayarannya tersebut. Namun para pemberi kuasa (22 karyawan) sudah mencabut surat kuasa dari kami. Pihak hotel juga menunggu dana penjualan dari Hotel Corsica, katanya untuk membayar pesangon karyawannya,” ungkapnya.

Untuk informasi lebih lengkapnya, abang bisa menghubungi Team Advokasi kami, karena yang berkomunikasi dengan pihak perusahaannya team advokasi kami, ucap Agus Haerudin. (Tim)

Bersambung…!!!

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News