HomeLintas BeritaProgram SIMEDKOM Diskominfo Purwakarta, Diduga Upaya 'JEGAL' Kinerja Awak Media

Program SIMEDKOM Diskominfo Purwakarta, Diduga Upaya ‘JEGAL’ Kinerja Awak Media

JAYANTARANEWS.COM, Purwakarta 

Para wartawan yang tergabung di beberapa organisasi media, merasa kecewa dengan adanya program SIMEDKOM, yang diluncurkan oleh pihak Kominfo Kabupaten Purwakarta. Pasalnya, dengan adanya program SIMEDKOM tersebut, justru dinilai banyaknya aturan, yang salah satunya harus melampirkan beberapa persyaratan demi melengkapi administrasi, utamanya perusahaan media online. 

Persyaratan yang harus dilampirkan, di antaranya : 

– Melampirkan nama perusahaan, sertifikat yang sudah diakui oleh Dewan Pers, PKP, SPT, NIB, NPWP, Kemenkumham, serta hal lain yang perlu dilengkapi.

“Namun jika perusahaan media tersebut ada salah satu persyaratan yang tidak dilampirkan, maka sistem SIMEDKOM akan menolaknya. Dengan dalih, semuanya harus lengkap,” ujar Wawan, ST., selaku pemilik media online Galuh Pakuan Nusantara, Rabu (27/3/2024).

Senada, Tedi Ronal, selaku Ketua Organisasi Wartawan (MIO Indonesia), pun angkat bicara. “Saya selaku Ketua MIO, sangat menyayangkan atas sistem yang dibuat oleh pihak Diskominfo itu sendiri. Karena dengan adanya sistem SIMEDKOM yang dibuat oleh pihak Diskominfo, diyakini belum memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya, program SIMEDKOM tersebut, saya rasa belum ada dasar hukumnya secara pasti. Karena jika sudah berbadan hukum, maka harus ada undang-undang yang mengatur dalam sistem SIMEDKOM tersebut. Jadi, menurut saya, hal ini hanya agar bisa menjegal dan menghalangi kinerja pada awak media yang ada di Kabupaten Purwakarta, supaya tidak bisa masuk dan tidak bisa bekerjasama dengan pihak Diskominfo melalui program SIMEDKOM. Padahal, anggaran publikasi yang digelontorkan oleh pemerintah pusat itu bertujuan untuk mensejahterakan para wartawan yang ada di daerah, khususnya untuk wartawan Kabupaten Purwakarta yang anggarannya mencapai 2,3 miliar,” tegasnya.

Ketua MIO Kabupaten Purwakarta, Tedi Ronal Slamet, mengatakan, “Selain itu, dari tahun ke tahun, pihak Diskominfo tidak pernah bisa menunjukan dan memperlihatkan secara transparan kepada publik, baik kepada para Ketua Organisasi Wartawan, para Ketua LSM, para pemerhhati sosial dan kepada pihak kepolisian, kejaksaan, DPRD, serta instansi interkait lain, maupun kepada masyarakat luas. Kenapa demikian, dan kenapa harus dipublikasikan? Sebab anggaran kerja sama itu bersumber dari pemerintah, serta peruntukannya jelas untuk para awak media agar sejahtera dan bisa menghidupi keluarga,” tandasnya. 

Pihak Diskominfo hingga saat ini pun tidak pernah bisa menunjukan, siapa-siapa saja media yang mendapatkan uang kerja sama. “Kami hanya sebatas mendengar informasi saja, dan kami tidak pernah melihat media mana saja yang mendapatkan kerja sama, dan berapa uang yang diterima oleh para awak media,” ujar Ketua MIO Kabupaten Purwakarta, Tedi Ronal Slamet.

Selain itu, kata dia, kami juga malah selalu bertanya-tanya, saat para kuli tinta mendapatkan uang kerja sama, itupun nilainya berbeda-beda. Ada media yang mendapatkan 700 ribu, 1 juta, hingga ada yang mendapatkan 25 juta rupiah. “Lalu apa perbedaannya? Karena pihak Diskominfo sendiri, saat dikonfirmasi oleh beberapa awak media, selalu tidak pernah memberikan penjelasan secara terperinci. Ada apa dengan pihak Diskominfo?, hingga anggaran untuk para awak media saja kenapa harus disembunyikan, dan kenapa tidak pernah mau berubah? Jangan-jangan ada dugaan dimark up dan disunat nich…?!” tegas Ronal Tedi Slamet, Rabu (27/03/2024).

“Moment ini diduga disengaja oleh pihak Diskominfo, agar bisa menjegal para insan pers untuk bekerjasama. Padahal, sesuai ketentuan UU KIP dan PPID, sangat jelas dan perlu adanya kontrol sosial untuk membangun ruang publikasi informasi di setiap kegiatan yang ada di pemerintah daerah, sebagai acuan tata kelola dalam membangun sarana prasarana ruang informasi,” tegas Ronal, biasa ia disapa.

Diketahui, Diskominfo Kabupaten Purwakarta, dalam membangun kemitraan dengan insan pers, sepertinya mandul dan tidak ada kolaborasi satu dengan yang lainnya. Seperti contoh; banyaknya aturan-aturan diberlakukan dengan syarat ketentuan yang kurang medasar, semisal diberlakukannya pajak yang harus dibuat.

Mengatasi hal ini, organisai media yang tergabung dalam wadah MIO (media independent online) Indonesia, akan membuat audiensi terhadap Diskominfo Purwakarta. 

“Kami akan menggelar audiensi, dan kami akan mempertanyakan kewajiban dengan dasar PKP harus aktif. Lantaran kenyataannya, PKP itu tidak lah harus demikian. Yang terpenting, ketika mempunyai CV atau PT perusahan media, itu sudah ada dengan legalitas yang sudah dikeluarkan oleh Kemenhumham. Jadi intinya, PKP sepertinya bukan hal yang kuat dijadikan alasan untuk syarat mitra kerja sama,” imbuhnya.

Ketua DPD MIO Purwakarta akan membuat surat pergerakan perihal ini, yakni kepada Diskominfo Purwakarta dan sekaligus akan mempertanyakan; apakah ketentuan PKP itu harus aktif. Karena jika mengacu pada aturan pajak, tidaklah diwajibkan untuk PKP itu harus aktif. Yang terpenting, pertama, dibuat legalitas perusahaan media. Itu sudah ada bukti TDP PKP awal, dan diketahui PKP itu dibatas pembuatan diangka 500 milyar ke atas untuk sekelas perusahaan besar sebaiknya tidak untuk 100 juta,” ucap Ronal.

Kami meminta kepada para penegak hukum untuk terus memantau, sekaligus mengusut tuntas benang merah yang ada di Diskominfo Kabupaten Purwakarta, hingga terang benderang. “Dan jangan sampai, untuk anggaran publikasi saja, pihak Diskominfo tidak ada ketransparanan kepada para kuli tinta khususnya, dan umumnya kepada masyarakat Kabupaten Purwakarta, serta kepada para penegak hukum!” tegas Ronal.

“Disayangkan, saat Kepala Dinas Kominfo Rudi Hartono dikonfirmasi, Pak Kadis tidak pernah menjawab pesan WhatsApp saya,” jelasnya.

Pernyataan berbeda pun datang dari Ramaldi, yang bercokol di media Tribun7wali, yang juga sebagai Ketua Organisasi Wartawan PWRI. 

Ramaldi mengatakan, “Saat saya mendatangi dan berkoordinasi dengan saudara Agit, sebagai pegawai THL di Diskominfo Purwakarta untuk mengajukan kerja sama, Agit bak seorang preman pasar yang selalu meminta uang, dengan dalih; ‘Nanti saya usahakan, dan media Bapak pastilah aman, bisa bekerjasama dengan Diskominfo’,” ucap Ramaldi, menirukan bahasa Agit, selaku pegawai THL pada Dinas Kominfo, saat bertemu beberapa pekan lalu. 

“Saya pernah dimintai uang oleh saudara Agit, dan saya kasih uang tersebut kepada Agit sebesar 200.000,00,” kata Ramaldi.

“Namun, menjelang waktu yang hampir memasuki bulan April ini, saya justru dikagetkan oleh kabar dari anak buah saya di PWRI, bahwa anak buah saya selalu mendapatkan notifikasi melalui email. Nah, sekarang saya secara pribadi pun tidak pernah menerima pemberitahuan via email. Kemudian untuk menghilangkan rasa suudzon saya kepada rekan, lantas saya pergi ke kantor PPID, dan mempertanyakan; apakah media saya Tribun7wali masuk ke e-Katalog atau tidak? Setelah 4 hari saya bolak balik ke kantor PPID Purwakarta, di hari yang ke-4, saya mendapatkan jawaban dari petugas PPID, bahwa media saya tidak bisa masuk ke sistem SIMEDKOM, dengan berbagai alasan. Yang intinya, media saya tidak bisa masuk sistem SIMEDKOM,” beber Ramaldi. 

“Saya terus berpikir dan menduga, bahwa semua ini merupakan akal-akalan pihak Diskominfo saja, agar tidak banyak media yang ikut bekerjasama dengan pihak Diskominfo,” katanya.

“Jika persoalan ini terus dibiarkan, maka bukan hanya anggaran untuk para awak media saja yang diduga akan disunat oleh pihak Diskominfo. Justru anggaran yang lain yang ada di Diskominfo, saya duga akan jadi bancakan. Lalu kenapa pihak Diskominfo harus membuat sistem SIMEDKOM ya, saya malah tidak paham. Apa sebenarnya tujuan Diskominfo itu, hingga seolah-olah Diskominfo lah yang paling berkuasa untuk mengatur persoalan anggaran publikasi. Sementara anggaran publikasi, jelas-jelas untuk kesejahteraan para awak media. Lalu, kenapa Diskominfo sendiri malah membuat aturan yang harus kami patuhi, yang akhirnya menimbulkan kekecewaan serta dugaan penyelewengan anggaran publikasi yang nilainya mencapai 2,3 miliar,” terang Ramaldi.

“Kadis Kominfo harus bertanggung jawab atas perbuatan pegawainya yang selalu meminta uang kepada para awak media, dengan dalih bisa lolos untuk kerja sama. Jika tidak bertanggung jawab, maka saya selaku Ketua Organisasi PWRI akan melaporkan persoalan ini kepada pihak kepolisian!” tegas Ramaldi geram. (red)

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News