HomeLintas BeritaMenjamurnya Pembangunan Tower yang Diduga Ilegal di Pangandaran, XTC Minta Bupati Evaluasi...

Menjamurnya Pembangunan Tower yang Diduga Ilegal di Pangandaran, XTC Minta Bupati Evaluasi Kinerja Satpol PP

JAYANTARANEWS.COM, Pangandaran 

Mengenai maraknya pembangunan menara telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) yang diduga ilegal di wilayah Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, sebagaimana diberitakan sebelumnya; 

Baca: Dugaan Pembangunan Tower Ilegal Kian Menjamur di Pangandaran, XTC: Satpol PP Harus Bertindak Tegas! 

Hasil pantauan JAYANTARA NEWS di lapangan, sampai saat ini pembangunan tower di wilayah tersebut sedang berlangsung, dan belum ada tindakan tegas berupa penyegelan dari pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) selaku penegak Peraturan Daerah (Perda). 

Sementara, menurut aturan sudah jelas, bahwa membangun tanpa mengantongi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), sanksinya adalah administrasi, salah satunya bisa sampai penghentian sementara atau tetap, atau perintah pembongkaran. 

Hal itu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pangandaran nomor 3 Tahun 2023, tentang bangunan gedung, dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 Tahun 2021, juga dalam Undang-undang Cipta Kerja. 

Mempertanyakan persoalan dimaksud, beberapa awak media melakukan konfirmasi kepada Rusnandar, selaku Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Pangandaran. Menurutnya, Satpol PP tidak sampai menyegel tower tersebut, karena mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 16 Tahun 2023, Standar Operasional Prosedur (SOP) Satpol PP. 

“Penjabaran SOP nomor 16 Tahun 2023 tentang Satpol PP, ketika tidak dilihat oleh penyidik atau yang berwenang itikad baik si pelanggar, maka itu diberi sanksi, dan kegiatannya diberhentikan sementara,” ucapnya kepada awak media, pada Kamis (14/3/24). 

Rusnandar menjelaskan, pihak pengusaha tower sudah datang menghadap Satpol PP, menyadari kesalahannya. “Mereka menyadari atas kesalahannya, dan menandatangani surat pernyataan. Sudah datang menghadap kepada kami, atas kuasa dari penyelenggara kegiatan. Dan informasi terakhir, berdasarkan aplikasi SIM BG, sudah sampai dengan izin KKOP dan koordinasi TKPPR, sampai memunculkan nomor registrasi PBG. Dalam arti, secara teknis persyaratannya sedang ditempuh,” paparnya. 

Di sisi lain, Rusnandar juga mengakui, bahwa pemberhentian sementara sebelum izin PBG terbit, itu tertuang dalam aturan. “Pemberhentian sementara, atau pembatasan kegiatan itu, adalah salah satu sanksi administrasi yang tertuang di Perda K3, atau di pasal 25 ayat (1) Perda PBG nomor 3 Tahun 2023,” cetusnya. 

Menyikapi persoalan tersebut, sontak saja Ketua DPC XTC Indonesia, Kabupaten Pangandaran, Anton Lobow, geram terhadap tindakan kinerja Satpol PP yang dianggap lamban dalam penegakan aturan Perda. “Kami menilai, tindakan Satpol PP lamban. Tower-tower yang sekarang sedang dikerjakan sudah ada yang mencapai 80 sampai 90 persen. Artinya, sudah berbulan-bulan dikerjakan, namun tindakan tegas nihil,” tandasnya ketika dimintai tanggapan JAYANTARA NEWS, Minggu (17/3/24).

Soal tindakan penghentian sementara kegiatan pembangunan sebelum izin PBG terbit dan tidak dilakukan Satpol PP, lanjut Anton, karena beralasan mengacu pada aturan SOP di Permendagri. “Itu saya anggap kurang tepat. Sebab, Satpol PP itu adalah penegak Peraturan Daerah, dan bukan penegak Permendagri. Artinya, harus tunduk pada Peraturan Daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kan sudah jelas sanksinya, dalam aturan mengenai pembangunan yang tidak mengantongi izin, ini harus tegas dijalankan dan ditegakan. Jangan malah mencari alasan atau dalih yang dinilai tidak konsideran atau selaras dengan peraturan Perda dan undang-undang. Undang-undang itu lebih tinggi dari Permendagri, dan yang menjadi acuannya adalah undang-undang. Membuat Perda pun pasti mengikuti rujuk aturan undang-undang agar selaras,” tegas Anton dengan intonasi keras. 

Terlebih, sambung Anton, ada hal yang sangat krusial, yaitu mengenai potensi sanksi pidana, juga denda ketika tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang Bangunan Gedung jo. Undang-undang Cipta Kerja. “Jika bangunan tersebut, misalnya roboh dan menyebabkan kerugian harta benda, kecelakaan atau nyawa. Sementara, pembangunan tersebut tidak mengantongi izin dan menyalahi aturan dimaksud, apakah Satpol PP mau bertanggung jawab?” tanyanya. 

“Selain itu. Kalau aturannya bisa demikian, seperti statement Kasi Penyelidikan Satpol PP, kayanya semua pengusaha bakal membangun terlebih dahulu, izinnya bisa belakangan. Ini jadi contoh buruk. Mau diberi sanksi, pengusaha buru-buru ada progres tahapan bikin izin, agar tidak jadi disegel,” tutur Anton mencontohkan. 

Atas hal itu, XTC meminta kepada Sekretaris Daerah (Sekda), juga Bupati Pangandaran, agar mengevaluasi kinerja semua personil Satpol PP. “Kami selaku masyarakat minta kepada Bapak Bupati dan Sekda agar kinerja Satpol PP dievaluasi,” harapnya. 

Selanjutnya, pihak XTC dalam waktu dekat berencana akan berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Ormas lain, untuk menyamakan persepsi dengan mengajukan audiensi di DPRD Pangandaran. “Kami berencana akan ajukan audiensi di DPRD, dalam waktu dekat juga akan diskusi dengan Ormas lain,” pungkas Anton mengakhiri. 

Berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi JAYANTARA NEWS selalu memberikan ruang kepada pihak terkait, untuk menggunakan hak jawab dan koreksinya, yang selanjutnya akan ditayangkan pada segmen berita berikutnya. (Nana JN)

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News