HUT Autism Awareness Indonesia: Berharap Selaras & Berdampingan Dengan Masyarakat
JayantaraNews.com, Jakarta
Halaman samping Markas TNI Rindam Jaya di kawasan Condet Jakarta Timur, Kamis pagi, 24 Oktober 2019, tampak meriah dipenuhi anak-anak yang berlari-lari sambil tertawa-tawa.
Ternyata, hari itu adalah hari ulang tahun Autism Awareness Indonesia atau biasa disebut AAI yang pertama, dengan mengadakan kegiatan Sensory Outdoor Activity AAI Kids Army Wanna Be, yang bekerjasama degan Rindam Jaya Kodam 5 Jaya.
AAI berdiri tanggal 3 September 2018, dan tahun 2019 ini telah berjalan satu tahun, dan sudah berdiri di 12 kota.
Anggotanya sekarang sudah mencapai 1800 orang, terdiri dari orang tua, dokter, pemerhati anak, psikolog, dan anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus itu sendiri.
AAI yang berbentuk yayasan ini, setiap bulannya di seluruh cabang wajib mengadakan kegiatan, seperti penyuluhan cara menangani anak berkebutuhan khusus, cooking class untuk menyajikan makanan yang tepat untuk penderita Autisme, seperti kasein seperti tepung yang berbasis terigu dan glutein yang berasal dari gula tebu.
Penggunaan kasein bisa diganti tepung lain seperti tapioka, tepung beras sebagai pengganti, kemudian gula tebu yang mengandung glutein wajib dihindari seperti contohnya coklat, permen, marshmallow dan lain-lain, yang bisa diganti pemanis lain seperti gula jagung, gula bit dan lain-lain. Susu dan turunan juga sebaiknya tidak dikonsumsi, dan dapat diganti dengan rice milk.
Selain itu, setiap cabang AAI juga mengadakan kegiatan sensori setiap bulannya, agar para penderita Autisme bisa selaras dengan lingkungannya dan dapat hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar.
Masyarakat juga perlu mengetahui, bahwa spektrum jenis autisme ini sangatlah luas, diantaranya; ada ADD Autism Deficit Disorder, ADHD Attention Hyper Deficit Disorder, Asperger, PDD Nos, dan masih banyak lagi. Akhir-akhir ini, menurut data dunia dari 30 kelahiran, 1 bayi membawa autism di gennya, bahkan di Kalimantan ada 15 kelahiran 1 bayi membawa gen autis. Analisanya karena pengaruh air yang digunakan sehari-hari terimbas pertambangan mineral yang terdapat di sana, ketika curah hujan yang rembes ke tanah tercemar mineral pertambangan tersebut.
Idealnya, terapi Autisme dilakukan tiga kali dalam seminggu untuk mencapai hasil yang maksimal. Penanganan yang kurang bisa membawa autisme lebih dalam dan berdampak kurang baik bagi perkembangan jiwa penderita yang berkaitan dengan lingkungannya. Demikian pemaparan Dessy Carlo sebagai Ketua Umum sekaligus pendiri Autism Awareness Indonesia.
Kemudian, Brigjen TNI Bambang Sudono sebagai Ketua Dewan Penasehat yang juga pendiri AAI, menyampaikan harapan AAI ke depan sebagai sebuah lembaga yang menangani permasalahan seputar dunia Autisme, diantaranya agar para penderita Autisme dapat hidup berdampingan secara wajar di masyarakat, dan pemerintah juga bisa mengakomodir para penderita Autisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya dalam bentuk produk peraturan. Sebagai contoh, daerah harus mengakomodir para penderita Autisme dalam kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya sebagai individu yang mandiri dan profesional, bekerja di bidang-bidang usaha maupun dilibatkan dalam berbagai kegiatan lainnya.
Sebagai sebuah yayasan sosial, tentunya AAI juga berharap adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam bentuk bantuan donasi maupun fasilitas yang dapat mendukung kegiatan AAI dalam upaya membina anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat hidup selaras dengan masyarakat, sekaligus terus menerus mensosialisasikan Autisme agar masyarakat semakin paham. Demikian, pungkas Vina Purbasari yang juga istri dari Brigjen Bambang Sudono selaku penasehat AAI.
(Rulli)
