HomeLintas BeritaSemakin Melebar! Imbas Merebaknya Dugaan Tower Ilegal, Kab. Pangandaran DISOROT Para Aktivis...

Semakin Melebar! Imbas Merebaknya Dugaan Tower Ilegal, Kab. Pangandaran DISOROT Para Aktivis Jabar

JAYANTARANEWS.COM, Pangandaran 

Statement tegas dilontarkan lantang oleh Dede Tatang, selaku Kepala Bidang (Kabid) Ciptakarya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pangandaran, ketika dikonfirmasi awak media, mengenai maraknya pembangunan menara telekomunikasi tower Base Transceiver Station (BTS), yang saat ini kian menjamur di Pangandaran. 

“Pembangunan Tower di wilayah Cimerak, Cijulang dan Parigi, belum mengantongi izin membangun, yaitu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Proses pengajuan pembuatan izin PBG itu harus dari Nol. Artinya, pembangunan harus dihentikan dulu,” ungkapnya, pada Selasa (19/3/24), saat ditemui di kantornya. 

Makanya, lanjut Dede, sebelumnya ada pengajuan pembuatan izin PBG dari pihak pengusaha tower, itu sudah ditolak secara sistem. “Pengajuan kami tolak dan dikembalikan lagi, karena tidak memenuhi persyaratan, ada kekurangan,” tuturnya. 

Adapun, sambung Dede, ketika membangun tanpa mengantongi izin PBG, itu sanksinya sangat jelas tertuang di Peraturan Daerah (Perda) PBG Kabupaten Pangandaran, dan yang mengeksekusinya adalah bagian dari Penegak Perda, yaitu Satpol PP. 

“Kami Dinas PUPR tegak lurus sesuai aturan. Terkait dengan sanksi penyegelan penghentian sementara, itu bukan ranah kami. Itu harus dilakukan oleh Satpol PP, sesuai tugas dan fungsinya selaku penegak Perda,” terangnya. 

Menyikapi hal itu, JAYANTARA NEWS mengkonfirmasi Dedih Rakhmat, selaku Kepala Satpol PP Pangandaran, guna mempertanyakan, sejauh mana proses penegakan, juga ketegasan penegakan Perda terhadap pembangunan tower-tower yang diduga ilegal belum mengantongi izin, dimana sudah lama belum adanya penyegelan. 

Namun sangat disayangkan. Kasatpol PP seolah bungkam dan tidak mau menjawab konfirmasi, baik melalui pesan WhatsApp, maupun via telepon. Saat hendak ditemui di kantornya pun sedang tidak ada. 

Berita sebelumnya, baca: Diduga Ada Pembiaran Soal Pembangunan Tower Tak Berizin, XTC Pangandaran Akan Demo Satpol PP 

Sementara, gejolak isu dugaan pembangunan tower ilegal yang kian menjamur di Pangandaran, saat ini menyeruak ke permukaan dan menjadi pembahasan para aktivis. bukan hanya aktivis di daerah saja, bahkan aktivis Jawa Barat pun turut menyorotinya. 

Hal itu diketahui, ketika ada salah satu perwakilan dari perkumpulan Forum Aktivis Anak Bangsa Jawa Barat, Adhie Jarra, Rabu (20/3), yang menghubungi JAYANTARA NEWS, dan menyampaikan kritik pedasnya terkait penegakan Perda di Kabupaten Pangandaran. 

Adhie mengatakan, Satpol PP Pangandaran lemah dalam penindakan, dianggap tidak tegas dan terkesan adanya pembiaran. “Lemahnya penindakan Satpol PP Pangandaran, justru malah mengundang praduga negatif adanya main atau persekongkolan. Beda dengan Satpol PP di kabupaten/kota lain, contoh seperti di Bandung, di Tasik. Tower yang belum mengantongi izin langsung disegel, bahkan di Bandung juga banyak tower sudah eksisting yang dibongkar,” ucapnya. 

“Justru Satpol PP selaku penegak Perda harus mengacu kepada Perda, sanksi di aturan Perda nya juga sudah jelas. Kenapa terkesan abai tidak tegas dilakukan. Ini merupakan (lex specialis derogat legi generali), bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Artinya, Satpol PP selaku penegak Perda harus mengedepankan aturan Perda, berpatokan dan menjalankan secara tegas yang tertuang di Perda, bukan malah terkesan mencari pasal klausul di aturan lain,” terang Adhie. 

Adhie menjelaskan; adapun yang tertuang di aturan Permendagri nomor 16 Tahun 2023 tentang SOP dan Kode Etik Satpol PP, pada bagian II angka 3 mengenai penindakan Non Yustisial, yaitu penindakan non yustisial dilakukan oleh Satpol PP dalam rangka pencegahan/preventif, dengan cara; 

(a) terhadap masyarakat, kelompok, dan badan hukum yang melakukan pelanggaran Perda diwajibkan untuk menandatangani surat pernyataan bersedia dan sanggup menaati dan mematuhi serta melaksanakan ketentuan Perda dalam waktu 7 hari kerja, terhitung sejak penandatanganan surat pernyataan. Selama masa tersebut, Satpol PP melakukan pengawasan terhadap kepatuhan masyarakat, kelompok, dan badan hukum terhadap pelaksanaan surat pernyataan. 

(b) apabila masyarakat, kelompok, dan badan hukum tidak melaksanakan dan atau mengingkari surat pernyataan, maka Satpol PP akan memberikan: 

– 1. Surat peringatan pertama, dengan tenggang waktu tiga hari 

– 2. Surat peringatan ke dua, dengan tenggang waktu dua hari – 3. Surat peringatan ke tiga, dengan tenggang waktu satu hari 

(c) masyarakat, kelompok dan badan hukum yang tidak melaksanakan dan/atau mengingkari surat peringatan tersebut, Satpol PP menerapkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

“Permendagri tentang SOP Satpol PP poin (a), (b), dan (c), itu sangat jelas. Harus bikin pernyataan, karena melanggar Perda. Apa yang dilanggar? yaitu membangun tanpa mengantongi izin PBG. Justru seharusnya, di dalam pernyataannya harus dibuat dengan tegas, jangan melakukan pembangunan kalau belum memiliki izin PBG. Ketika tidak dihiraukan oleh pengusaha dan masih adanya aktivitas pembangunan, maka itu harus di SP 1, SP 2, dan selanjutnya SP 3. Ketika masih tidak diindahkan, langsung disegel, ketika masih tidak diindahkan juga, langsung perintah pembongkaran, begitu uraian rinci menurut aturan,” papar Adhie berpendapat, meyakinkan sesuai aturan. 

Berita sebelumnya, baca: Menjamurnya Pembangunan Tower yang Diduga Ilegal di Pangandaran, XTC Minta Bupati Evaluasi Kinerja Satpol PP 

“Dalam SOP Satpol PP tidak adanya aturan pasal atau klausul, yang menyatakan, bahwa pembangunan boleh berjalan atau dibiarkan tidak ditindak, karena sedang menempuh pembuatan izin, itu ngambil dari aturan yang mana? Maka, pendapat penjabaran Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP beberapa waktu lalu yang ditulis di media, itu kami anggap tidak pas, keliru, seolah ditafsirkan menurut celah keinginannya sendiri. Ada apa? dan hal ini justru semakin memperkuat dugaan adanya permainan,” cetusnya. 

“Sekali lagi, sangat jelas dan tegas, di Perda PBG dan Undang-undang Ciptakerja, menyatakan, bahwa ‘pembangunan bangunan gedung dilakukan setelah mendapatkan PBG’. Artinya, dalam surat pernyataan atau teguran seharusnya, yaitu pembangunan jangan dilakukan sebelum ada izin PBG, bukan malah membiarkannya beraktivitas, mentang-mentang sedang proses izin. Kan kenyataannya, proses pembuatan izinnya pun juga ditolak secara sistem oleh Dinas PUPR,” tandasnya. 

Adhie menuturkan, persoalan tersebut yang melanggarnya adalah perusahaan, selaku badan hukum, bukan masyarakat kecil Pangandaran. “Maka harus tegas dan lugas dalam menyampaikan dan menegakan aturan. Jangan sampai kemudian malah terbalik. Dimana kepada masyarakat kecil bersikap tegas, tapi kalau ke pengusaha lemas. Ini akan menjadi preseden buruk bagi Pangandaran ke depannya!” tegas Adhie.

“Atas hal itu, Bupati Pangandaran, Bapak Jeje Wiradinata, diharapkan segera untuk mengevaluasi kinerja Kasatpol PP Pangandaran. Agar tidak terulang lagi dan menjadi preseden buruk di kemudian hari,” pungkasnya. 

Berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi JAYANTARA NEWS selalu memberikan ruang kepada pihak terkait untuk menggunakan hak jawab dan koreksinya, yang selanjutnya akan ditayangkan pada segmen berita berikutnya. (Nana JN)

Stay Connected
16,985FansLike
2,458FollowersFollow
61,453SubscribersSubscribe
Must Read
Related News